Friday, May 23, 2014

“Menjernihkan” Persepsi Valentine



          Valentine merupakan sebuah festival yang ditetapkan oleh Paus Glasius I untuk memperingati seorang santo bernama Valentinus. Paus memang mengakui, tidak ada yang tahu pasti mengenai sejarah dari sosok Valentinus sendiri. Tetapi, yang jelas Valentinus tercatat sebagai calon uskup Roma pada tahun 143 M, dan menurut legenda ia menjadi martir lantaran perjuangannya bagi cinta kasih dan pelaminan.
         Alkisah, suatu ketika Romawi sedang menghadapi krisis militer. Kerajaan ini kekurangan tentara menyusul perang yang ditetapkan. Di saat yang sama, para lelaki dewasa dan orang tua enggan meningalkan keluarga dan kekasih yang sangat dicintainya. Sementara para pemuda dilanda cinta dan ingin segera bersama di pelaminan, menyongsong kehidupan baru dengan masing-masing pasangan.
            Keadaan semacam itu tentu menyulitkan kerajaan dalam rekrutmen keanggotaan militer. Karenanya, Kaisar Romawi kemudian mengeluarkan kebijakan kontroversial, di mana para pemuda maupun lelaki dewasa bukan saja dilarang bertunangan dan menikah, tetapi juga harus memutuskan segala ikatan percintaan mereka. Kebijakan ini sempat menyedot banyak perhatian, sekaligus juga penentangan, termasuk dari Valentinus sendiri yang tetap menikahkan para pemuda pada masanya.
         Valentines mengajarkan, bahwa cinta kasih di pelaminan adalah utama. Ini tidak berarti ia menghalalkan free sex. Apa yang dimaksudkan olehnya, hubungan cinta seharusnya memiliki legalitas hukum. Jadi, tidak semena-mena, sebab cinta adalah hal yang suci, yang karenaya tidak boleh dinodai dengan segala bentuk eksploitasi, termasuk eksploitasi seksual.
            Ajaran ini menemukan relevansinya dalam Islam. Melalui kitab sucinya, Islam secara tegas menolak perzinahan (free sex). Dikatakan bahwa zina merupakan penyakit patologis (hisyah) yang berbahaya. Karenanya, kitab kebijaksanaan itu menyeru umatnya untuk tidak mendekati zina (lâ taqrabû l-zinâ), bahwa segala bentuk hubungan yang dapat menyeret manusia dalam kubangan perzinahan adalah nista dan harus dijauhi. Islam justru menekankan pentingnya pernikahan sebagai “jalan aman menuju surga dunia”.
          Sayangnya, sejarah perayaan Valentine berbalik menjadi pesta seks yang menghancurkan sendi-sendi moral. Ketika Barat di tengah perjalanannya hilang keimanan dan “membersihkan” nilai-nilai di segala aspek kehidupan, Valentine tampil dengan wajah baru penuh kecabulan. Inilah yang lantas tersebar hingga sudut-sudut terdalam di dunia, bahkan diam-diam telah meruntuhkan nilai-nilai oriental []

No comments:

Post a Comment