Valentine
merupakan
sebuah festival yang ditetapkan oleh Paus Glasius I untuk memperingati seorang
santo bernama Valentinus. Paus memang mengakui, tidak ada yang tahu pasti
mengenai sejarah dari sosok Valentinus sendiri. Tetapi, yang jelas Valentinus
tercatat sebagai calon uskup Roma pada tahun 143 M, dan menurut legenda ia
menjadi martir lantaran perjuangannya bagi cinta kasih dan pelaminan.
Alkisah, suatu ketika Romawi sedang
menghadapi krisis militer. Kerajaan ini kekurangan tentara menyusul perang yang
ditetapkan. Di saat yang sama, para lelaki dewasa dan orang tua enggan
meningalkan keluarga dan kekasih yang sangat dicintainya. Sementara para pemuda
dilanda cinta dan ingin segera bersama di pelaminan, menyongsong kehidupan baru
dengan masing-masing pasangan.
Keadaan semacam itu tentu
menyulitkan kerajaan dalam rekrutmen keanggotaan militer. Karenanya, Kaisar
Romawi kemudian mengeluarkan kebijakan kontroversial, di mana para pemuda
maupun lelaki dewasa bukan saja dilarang bertunangan dan menikah, tetapi juga
harus memutuskan segala ikatan percintaan mereka. Kebijakan ini sempat menyedot
banyak perhatian, sekaligus juga penentangan, termasuk dari Valentinus sendiri
yang tetap menikahkan para pemuda pada masanya.
Valentines mengajarkan, bahwa cinta
kasih di pelaminan adalah utama. Ini tidak berarti ia menghalalkan free sex.
Apa yang dimaksudkan olehnya, hubungan cinta seharusnya memiliki legalitas
hukum. Jadi, tidak semena-mena, sebab cinta adalah hal yang suci, yang karenaya
tidak boleh dinodai dengan segala bentuk eksploitasi, termasuk eksploitasi
seksual.
Ajaran ini menemukan relevansinya
dalam Islam. Melalui kitab sucinya, Islam secara tegas menolak perzinahan (free
sex). Dikatakan bahwa zina merupakan penyakit patologis (fâhisyah)
yang berbahaya. Karenanya, kitab kebijaksanaan itu menyeru umatnya untuk tidak
mendekati zina (lâ taqrabû l-zinâ), bahwa segala bentuk hubungan yang
dapat menyeret manusia dalam kubangan perzinahan adalah nista dan harus
dijauhi. Islam justru menekankan pentingnya pernikahan sebagai “jalan aman
menuju surga dunia”.
Sayangnya, sejarah perayaan Valentine
berbalik menjadi pesta seks yang menghancurkan sendi-sendi moral. Ketika Barat
di tengah perjalanannya hilang keimanan dan “membersihkan” nilai-nilai di
segala aspek kehidupan, Valentine tampil dengan wajah baru penuh
kecabulan. Inilah yang lantas tersebar hingga sudut-sudut terdalam di dunia,
bahkan diam-diam telah meruntuhkan nilai-nilai oriental []
No comments:
Post a Comment