Kebebasan
berorganisasi kerap kali membuat sebagian orang menjadi “gerah” hanya karena
yang lain berbeda pandangan, berbeda pilihan, dan, atau berbeda organisasi
dengannya. Perbedaan memang rentan terhadap timbulnya konflik dan permusuhan.
Sebabnya juga sangat kompleks. Tetapi, kita masih bisa menemukan pangkal
permasalahannya pada pola pikir dan keluasan hati untuk menerima atau menolak.
Perbedaan sejatinya adalah
keniscayaan. Ini menunjukkan bahwa, kapanpun dan di manapun akan selalu ada
perbedaan dalam segala hal. Oleh karenanya, menjadi realistis dengan menerima
perbedaan sebenarnya jauh lebih baik daripada memaksakan yang lain untuk sama.
Dengan satu catatan, perbedaan itu masih mengandung nilai-nilai kebaikan,
kebenaran, dan keindahan. Jika tidak, tentu saja memperjuangkan sesuatu yang
bernilai untuk diterima bersama, dengan sendirinya menjadi keharusan.
Dalam memperjuangkan apa saja,
sewajarnya harus tetap berpijak di atas landasan cinta yang semurni-murninya.
Nabi merenungkan problematika Mekah dan pola-pola pemecahannya sepanjang
malam-malam penyendirian di dalam Hira, semua dilakukannya semata-mata karena
ia mencintai ummatnya yang malang ketika itu – di mana anak-anak perempuan
dikubur hidup-hidup, orang-orang yang tersingkirkan di tepian kota mengalami
kebangkrutan ekonomi oleh sistem monopoli masyarakat kota yang kejam, belum
lagi berhala-berhala yang didewakan dan hiruk-pikuk perang yang tak pernah usai
[]
No comments:
Post a Comment