Friday, May 23, 2014

In The Name of Love



Kebebasan berorganisasi kerap kali membuat sebagian orang menjadi “gerah” hanya karena yang lain berbeda pandangan, berbeda pilihan, dan, atau berbeda organisasi dengannya. Perbedaan memang rentan terhadap timbulnya konflik dan permusuhan. Sebabnya juga sangat kompleks. Tetapi, kita masih bisa menemukan pangkal permasalahannya pada pola pikir dan keluasan hati untuk menerima atau menolak.
            Perbedaan sejatinya adalah keniscayaan. Ini menunjukkan bahwa, kapanpun dan di manapun akan selalu ada perbedaan dalam segala hal. Oleh karenanya, menjadi realistis dengan menerima perbedaan sebenarnya jauh lebih baik daripada memaksakan yang lain untuk sama. Dengan satu catatan, perbedaan itu masih mengandung nilai-nilai kebaikan, kebenaran, dan keindahan. Jika tidak, tentu saja memperjuangkan sesuatu yang bernilai untuk diterima bersama, dengan sendirinya menjadi keharusan.
            Dalam memperjuangkan apa saja, sewajarnya harus tetap berpijak di atas landasan cinta yang semurni-murninya. Nabi merenungkan problematika Mekah dan pola-pola pemecahannya sepanjang malam-malam penyendirian di dalam Hira, semua dilakukannya semata-mata karena ia mencintai ummatnya yang malang ketika itu – di mana anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup, orang-orang yang tersingkirkan di tepian kota mengalami kebangkrutan ekonomi oleh sistem monopoli masyarakat kota yang kejam, belum lagi berhala-berhala yang didewakan dan hiruk-pikuk perang yang tak pernah usai []

No comments:

Post a Comment