Kini, kita tidak lagi bisa lari dari
sebuah fakta, bahwa inhern dalam organisasi sendiri – dalam hal ini organisasi
intra yang dimotori siswa pada dua jenjang pendidikan sekolah menengah di
lingkungan lokal pesantren kita – telah terjadi proses pembungkaman abadi yang
membekukan frameworks sebagai produk
konvensional deliberasi dan negosiasi di antara segenap personalianya. Ini
merupakan krisis organisastoris yang telah lama dan mengakar kuat hingga
kecuraman lubuk-lubuk sejarah. Cuma saja dengan sangat apik senantiasa
disembunyikan dalam beragam kedok besar seleberasi yang menggemparkan.
Sementara itu, agenda-agenda sederhana
yang sejatinya tidak menguras habis biaya, justru dibiarkan terkubur
dalam-dalam, menyisakan gumpalan nama-nama sebagai frameworks yang hampa implementasi. Dan tragisnya, dokumentasi frameworks itu sendiri sudah berserakan
di sembarang ruang entah di mana, dibiarkan terlantar begitu saja, bahkan bisa
jadi sudah sirna ditelan rayap dan waktu yang memangsa.
Kita bisa memahami persoalan ini dari
banyak sisi. Namun ada yang lebih penting, bahwa ikon organisasi dalam konteks ini adalah remaja. Secara psikologis,
remaja merupakan masa-masa perubahan, baik secara fisio-psikologis maupun
sosial. Di antara perubahan sosial yang berlangsung itu ditunjukkan dengan menurunnya
minat yang sangat derastis pada kelompok yang terorganisir, terutama ketika
remaja memasuki usia 16-17 tahun. Sebabnya, kegiatan kelompok tersebut
direncanakan dan diawasi oleh orang dewasa. Di saat yang sama, remaja yang
mengikuti kelompok semacam itu tidak mau diperintah. Mereka ingin mengendalikan
sendiri kelompok tersebut dengan sedikit intervensi orang dewasa.
Bagi remaja,
organisasi merupakan sesuatu yang mau tidak mau harus dikuti. Di samping untuk
memenuhi kebutuhan sosialnya sendiri, juga untuk membentengi diri dari pengaruh
buruk globalisasi. Dengan berorganisasi, kegelisahan remaja sebagai efek
perubahan-perubahan yang dialaminya, minimal dapat diredakan. Dalam organisasi,
remaja akan dituntun menuju cerahnya masa depan dengan belajar untuk
bertanggung jawab.
No comments:
Post a Comment