RIBA DAN BUNGA BANK
DALAM PERSPEKTIF FIKIH KONTEMPORER
Oleh : Ach. Syairozi*
A.
Pengertian Riba, Bank dan Bunga Bank
1. Pengertian Riba
Riba merupakan salah satu usaha mencari rezeki
dengan cara yang tidak benar dan dibenci oleh Allah SWT. Praktik riba lebiuh
mengutamakan keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Para
ulamak menentang keras riba.mereka menyebutnya sebagai prilaku jehiliyah. Riba
menurut bahasa berarti bertambah atau berlebihan, sedangkan arti menurut
istilah adalah penambahan penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki
harta kepada orang yang meminjam hartanya (Uangnya) karena poengunduran janji
pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan (pendapat Syekh
Muhammad Abduh).[2]
Dalam bahasa Inggris,
kata riba oleh Abdullah Yusuf Ali dan Muhammad Asad disamakan maknanya dengan
usury. Hanya saja usury ini maknanya terbatas pada bunga yang ter lalu
tinggi berlebihan atau dalam bahasa Alquran adh’afam mudha’afah. Dengan
begitu, bunga yang rendah, tidak sampai berlipat ganda, tidak masuk dalam
kategori usury atau riba. Pada kenyataannya, selain usury, untuk
menunjuk riba atau bunga, dalam bahasa Inggris juga digunakan istilah
interest. Istilah ini mengacu pada makna bunga yang biasa dan wajar, ke-
balikan dari kata usury.2
Adapun secara istilah,
riba berarti tambahan khusus yang dimiliki (diambil) salah satu dari dua pihak
yang terlibat (utang piutang atau jual beli barang ribawi) tanpa ada imbalan
tertentu, atau akad yang terjadi atas pertukaran barang tertentu yang tidak
diketahui perimbangannya kesamaannya menurut hukum syara’, baik dilakukan
ketika akad berlangsung atau dengan men gakhirkan pertukaran salah satu benda
atau keduanya. Ahmad al-Mursi Husain Jauhar mendefinisikan riba sebagai
kelebihan harta tanpa imbalan atau ganti yang disyaratkan, yang terjadi dalam
transaksi (akad) ganti-mengganti harta dengan harta.3
Jadi, Riba adalah
tambahan harta yang dituntut sebagai kewajiban yang hanya menguntungkan sepihak
dan merugikan pihak lain.
2. Pengertian Bank
Istilah bank awalnya berasal dari bahasa italia,
yaitu banca. Banca berarti meja yang digumnakan oleh para penukar uang dipasar.
Pada awalnya banca ini merupakan tempat menukar barang barang yang mempunyai
nilai yang cukup tinggi. Dengan adanya kepercayaan yang semakin tinggi, maka
orang tidak saja menukarkan uang, tetapi juga menyimpan uang tersebut pada banca
itu.4
Persoalan bank dalam islam termasuk persoalan baru
dikenal dalam khgazamnah hukum islam. Para ulama’ sepakat tidak menolak
kehadiran bank di lingkungan umat islam, dengfan mempertimbangkan manfaat yang
diberikannya. Bank yang dimaksud adalah bank yang tingkat kerugiannya sangat
kecil.
Menurut UU. Nomor 7 Tahun 1992 tentang bank, bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
Dr. Fuad mohd. Fach ruddin mengatakan bahwa bank
adalah suatu perusahaan yang memperdagangkan utang piutang, baik yang merupakan
uangnya sendiri maupun orang lain. bank memperedarkan untuk kepentingan umum,
tidak membekukannya, dan tidak pula menimbun kekayaan dalam satu tangan. Oleh
karena itu bank menolong manusia dalam klesulitan keuangan pada umumnya.5
Jadi, Bank adalah lembaga yang menghimpun dan
menyalurkan dana kepada masyarakat guna untuk meningkatkan taraf hidup yang
manfaatnya lebih besar dari pada mudaratnya.
3. Pengertian Bunga Bank
Bunga bank dapat diartikan sebagi balas jasa yang
diberikan oleh bank yang berdasarkan
prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya.
Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah
(yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank
(nasabah yang memperoleh pinjaman).[3]
Dalam kegiatan sehari hari ada dua macam bunga yang
diberikan bank kepada para nasabahnya, yaitu sebagai berikut :
a. Bunga simpanan,
yaitu bunga yang di berikan sebagai
rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga
simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebgai
contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.
b. Bunga pinjaman
Yaitu bunga yang diberikan kepada para
pinjaman atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank.
Sebagai contoh adalah bunga kredit.
Kedua
macam bunga bank ini merupakan komponin utama faktor biaya dan pendapatan bagi
bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada
nasabah, sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari
nasabah. Baiuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing masing saling
mempengharuhi satu sama lainnya. Sebagai contoh, jika bunga simpanan tinggi,
maka bunga pinjaman secara otomatis juga tinggi begitu pula sebaliknya.6
Jadi, Bunga bank adalah sebuah balas
jasa yang di berikan kepada nasabah atau sipenabung.
B.
Macam-macam Riba dan Macam-macam Bank
1. Macam-Macam Riba
Para
ulama sepakat bahwa riba terbagi menjadi dua begian, yaitu riba fadl dan riba
nasi’ah. Kedua riba tersebut diharamkan.
a. Riba Fadl
Riba fadl adalah jual beli yang
mengandung unsure riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah
satu benda tersebut.
b. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah menurut ulama’ hanafiyah
adalah memberikan kelebihan terhadap pembayaran dari yang ditangguhkan,
memberikan kelebihan pada benda di banding utang pada benda yang ditukar atau
ditimbang yang berbeda jenis atau selain yang di takar dan ditimbang yang sama
jenisnya. Maksudn ya, menjual barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih
banyak dengan pembayaran diakhirnya, seperti menjual satu kilogram gandum
dengan satu setengah kilogram gandum,yang dibayarkan setelah bdua bulan. Contoh
jual beli yang tidak di timbang, seperti membeli satu buah semangka dengan dua
semangka yang akan dibayar setelah sebualan.[4]
Selain dan jenis riba ynag disebutka
diatas, ulama syafi’iyah menambahkan satu jenis riba yang lain yaitu riba yad. Riba yad adalah jual beli yang mengakhirkan penyerahan (Al-qabdu), yakni
bercerai berai antara dua orang yang berakad sebelum serah terima, seperti
menganggap sempourna jual beli antara gandum dan sya’ir tanpa harus saling menyerahkan dan menerima ditempat akad.[5]
Menurut ulamak syafi’iyah, Riba yad dan
riba nasi’ah sama sama pada pertukaran
barang yang tidak sejenis. Perbedaannya, Riba yad mengakhirkan pemegang barang,
sedangkan riba nasi’ah mengakhirkan hak dan ketika akad dinyatakan bahwa waktu
pembayaran di akhirkan meskipun sebentar. Dasar hadits yang mengutarakan
ketertolakan system ini adalah
إنما ا لربا فى ا لنسيئة .رواه البخاري
Artinya
: “Tidak ada riba kecuali pada riba
nasi’ah.” (HR. al-bukhari dan muslim dari usamah bin zaid: 2991)7
2. Macam-Macam Bank
Dilihat
dari jenis atau system pengelolaannya, bank dapat dikelompokkan menjadi bank konversional (dengan system bunga)
dan bank syari’ah
a. Bank Konvensional
Menurut UU. Nomor 10 Tahun 1998 Bank
konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.
b. Bank Syari’ah (bank dengan prinsip bagi
hasil)
Menurut UU. Nomor 10 tahun 1998 Bank
syari’ah adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.
Prinsip syari’ah menurut pasal 1 ayat 13
UU no.10 tahun 1998 tentang perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan
hokum islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah
antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). Pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), Prinsip jual beli barang
dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip
sewa morni tanpa pilihan (ijarah), atau denagn adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah Wa
iqtina).[6]
c. Perbedaan bank konvensional dan bank
syari’ah.
Setelah mengetahui pengertian bank
konvensiona dan bank syari’ah diatas sekarang kita masuk pada perbedaanya, setidaknya
ada 5 hal perbedaan itu Antara lain.
a. Akad
Akad disini adalah perjanjian antara
nasabah dengan pihak bank. Akad pada bank konvensional berpatokan hokum
positif, sedangkan bank syari’ah berdasarkan hokum agama islam.
b. Bunga dan Bagi Hasil
Perbedaan bank konvensional dengan bank
syari’ah pada poin kedua ini juga sudah cukup singkat di jelaskan di atas. Bank
umum menerapkan system bunga yang jumlahnya ditetapkan sekan persen dari saldo
nasabah. Jumlah bunga ini tidak terpengaruh apakah pihak bank memperoleh laba
banyak atau bahkan justru rugi.
Sedangkan bagi bank syariah, system
bunga seperti itu adalah riba yang harus dihindar oleh umat muslim. Sebagai
gantinya, bank islam ini menerapkan system nisbah pada akad mudharabah dan
bonus untuk akad wadi’ah.
c. Dewan Pengawas
Agar memperoleh keuntungan, pihakbank
menggunbakan uang nasabah untuk modakl usaha. Di bank syari’ah diwajibkan
adanya dewan pengawas untuk mengawasi apakah usaha dan operasional yang
dilakukan pihak bank sesuai aturan islam ayau justru berlawa. Sedangkan pada
bank konvensional tidak harus adanya dewan pengawas seperti ini.
d. Hubungan pihak bank dan nasabah
Hubungan antara pihak bank syari’ah
denagn nasabahnya lebih erat disbanding di bank konvensional. Mengapa ? karna
bank syariah memperlakukan nasabah sebagai partner atau mitra usaha. Selain itu
nasabah bank syari’ah punya hak untuk tau uang simpanannya di gunakan untuuk
apa saja.
e. Promosi
Promosi yang dilakukan bank syari’ah
biasanya di sampaikan kepada masyarakat lebih jelas isinya. Transparan dan
tidak ambigu.[7]
C.
Hukum Riba dan Bunga Bank
1. Hukum Riba
Riba hukumnya adalah haram berdasarkan
firman firman Allah Allah SWT dan sabda sabda Rasulullah SAW, diantaranya
adalah sebagai berikut:
úïÏ%©!$ tbqè=à2ù't
(#4qt/Ìh9$#
w
tbqãBqà)t
wÎ)
$yJx.
ãPqà)t
Ï%©!$#
çmäܬ6ytFt
ß`»sÜø¤±9$#
z`ÏB
Äb§yJø9$#
4
y7Ï9ºs
öNßg¯Rr'Î/
(#þqä9$s%
$yJ¯RÎ)
ßìøt7ø9$#
ã@÷WÏB
(#4qt/Ìh9$#
3
¨@ymr&ur
ª!$#
yìøt7ø9$#
tP§ymur
(#4qt/Ìh9$#
4
`yJsù
¼çnuä!%y`
×psàÏãöqtB
`ÏiB
¾ÏmÎn/§
4ygtFR$$sù
¼ã&s#sù
$tB
y#n=y
ÿ¼çnãøBr&ur
n<Î)
«!$#
(
ïÆtBur
y$tã
y7Í´¯»s9'ré'sù
Ü=»ysô¹r&
Í$¨Z9$#
(
öNèd
$pkÏù
crà$Î#»yz
ÇËÐÎÈ
Artinya :Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Firman Allah yang lain tentang riba
terdapat poada surat Al- imran 130
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä
w
(#qè=à2ù's?
(##qt/Ìh9$#
$Zÿ»yèôÊr&
Zpxÿyè»ÒB
(
(#qà)¨?$#ur
©!$#
öNä3ª=yès9
tbqßsÎ=øÿè?
ÇÊÌÉÈ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (QS. Ali
Imran [3]: 130).
a. Berbagai sabda Rasulullah saw diantaranya adalah
“Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dua orang
saksinya, dan penulisnya (sekretarisnya)”. (HR penulis sunan, At Tirmidzi
menshahihkan hadits ini)
b. Sabda Rasulullah yang lain: “satu dirham riba
yang dimakan seseorang dengan sepengetahuannya itu lebih berat dosanya daripada
tiga puluh enam berbuat zina” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)
c. Sabda Rasulullah saw: “Riba mempunyai tujuh puluh
tiga pintu, pintu yang paling ringan adalah seperti seseorang menikahi ibu
kandungan” (HR. Al Hakim dan ia menshahihkannya)
2. Hukum Bunga Bank
Seperti
dikemukakan diatas, masalah bank adalah persoalan baru dalam khazanah hukum
islam. Para ulama masih memperdebatkan keabsahan sebuah bank. Untuk
bmemahaminya lebih jelas, perhatikan beberapa pandangan mengenai hukum
perbankan berikut, yaitu mengharamkan, tidak diharamkan, dan subhat
(samar-samar).[8]
a. Kelompok yang mengharamkan
Abu zahrah (guru besar fakultas hukum,
kairo, mesir). Abu A’la al-MAududi (ulama Pakistan), dan Muhammad Abdullah
al-a’rabi (kairo) mengemukakan bahwa hokum bank adalah Haram. Oleh sebab itu,
kaum muslimin tidak dibolehkan mengadakan hubungan dengan bank yang memakai
system bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa. Contoh Ada seseorang
yang salah satu keluarganya sakit parah kalau tidak segera di obati akan
mengancam nyawanya, sedangkan ia tidak memliki uang sepeserpun untuk
mengobatinya yang ada hanyalah pinjaman uang yang mengandung riba.
Keharaman bank dikaitkan dengan
pemberian bunga bank terhadap nasabah. Bunga bank dalam pandangan para ulama
ini adalah riba nasi’ah, sedangkan riba nasi’ah dilarang dalam hokum islam.
Oleh sebab itu , bank haram hukumnya.[9]
b. Kelompok yang tidak mengharamkan
Syekh Muhammad syaltut dan A. Hassan
mengatakan bahwa kegiatan bermuamalah kaum muslimin dengan bank bukan merupakan
perbuatan yang dilarang. Bunga bank di Indonesia tidak bersifat ganda, seperti
digambarkan dalam surah Ali ‘imron Ayat 130.[10]
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿyè»ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (QS. Ali
Imran [3]: 130).
c. Kelompok yang menganggap subhat (samar)
Bank
merupakan perkara yang belum jelas kedudukan hukumnya dalam islam kerena bank
sebuah produk baru yang tidak ada nasnya. Yang ada nas adalah hal-hal yang
telah jelas kedudukan hukumnya, termasuk yang halal dan haram. Hal yang belum
ada nas masih diragukan inilah termasuk barang syubhat (samar).
Berdasarkan
kepentingan umum atau manfaat social yang sangat signifikan bagi umat maka
berdasarkan kaidah usul(maslahah
mursalah), bank masih tetap dipakai dan dibolehkan. Ketentuan ini berlaku
hanya untuk bank nonswasta (pemerintah). Hal itu tidak berlaku bagi bank swasta
dengan alas an tingkat kerugian pada bank swasta sangat tinggi dibandingkan
dengan bank pemerintah.[11]
Jadi,
dari beberapa kelompok diatas dapat disimpulkan bahwa bunga bank itu tidak
menitikberatkan pada hokum haram dan tidak haram ataupun subhat, akan tetapi
hokum itu terjadi berdasarkan dengan keyakinannya asal tidak bertentangan
dengan nash Al-qur’an dan hadits karna islam tidak memberatkan umatnya.
[1]
Ali mutawali Ali, putriku bagaimana kepribadianmu(Jakarta,gema insane
press,1994) hal32.
[2] M. Rizal
Qasim.2008.pengalaman fikih1..PT tiga serangkai pustaka mandiri.jakarta. (hal
171)
2 Sunarto Zulkifli, Panduan
Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta Timur: Zikrul
Hakim, 2007), 1
3 Abdullah al-Muslih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), 345. Lihat dan bandingkan dengan Abdul Aziz
Dahlan
4 Muh Galang risky, s,s
.Neo Quantum, LKS, IPS terpadu.kelasI. hal76
6 Ibid
[6]
www.devinisi-pengertian.com/2015/07/devinisi-pengertian-bank-konvensional-syari’ah.html?m=1
[8]M. Rizal Qasim.2008.pengalaman
fikih1..PT tiga serangkai pustaka mandiri.jakarta. (hal 175)
[9]Ibid
[10]Ibid
[11]Ibid