Thursday, February 20, 2020


RIBA DAN BUNGA BANK DALAM PERSPEKTIF FIKIH KONTEMPORER


Oleh : Ach. Syairozi*

A.      Pengertian Riba, Bank dan Bunga Bank
1.    Pengertian Riba
Riba merupakan salah satu usaha mencari rezeki dengan cara yang tidak benar dan dibenci oleh Allah SWT. Praktik riba lebiuh mengutamakan keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Para ulamak menentang keras riba.mereka menyebutnya sebagai prilaku jehiliyah. Riba menurut bahasa berarti bertambah atau berlebihan, sedangkan arti menurut istilah adalah penambahan penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (Uangnya) karena poengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan (pendapat Syekh Muhammad Abduh).[2]
Dalam bahasa Inggris, kata riba oleh Abdullah Yusuf Ali dan Muhammad Asad disamakan maknanya dengan usury. Hanya saja usury ini maknanya terbatas pada bunga yang ter lalu tinggi berlebihan atau dalam bahasa Alquran adh’afam mudha’afah. Dengan begitu, bunga yang rendah, tidak sampai berlipat ganda, tidak masuk dalam kategori usury atau riba. Pada kenyataannya, selain usury, untuk menunjuk riba atau bunga, dalam bahasa Inggris juga digunakan istilah interest. Istilah ini mengacu pada makna bunga yang biasa dan wajar, ke- balikan dari kata usury.2
Adapun secara istilah, riba berarti tambahan khusus yang dimiliki (diambil) salah satu dari dua pihak yang terlibat (utang piutang atau jual beli barang ribawi) tanpa ada imbalan tertentu, atau akad yang terjadi atas pertukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya kesamaannya menurut hukum syara’, baik dilakukan ketika akad berlangsung atau dengan men gakhirkan pertukaran salah satu benda atau keduanya. Ahmad al-Mursi Husain Jauhar mendefinisikan riba sebagai kelebihan harta tanpa imbalan atau ganti yang disyaratkan, yang terjadi dalam transaksi (akad) ganti-mengganti harta dengan harta.3
Jadi, Riba adalah tambahan harta yang dituntut sebagai kewajiban yang hanya menguntungkan sepihak dan merugikan pihak lain.
2.    Pengertian Bank
Istilah bank awalnya berasal dari bahasa italia, yaitu banca. Banca berarti meja yang digumnakan oleh para penukar uang dipasar. Pada awalnya banca ini merupakan tempat menukar barang barang yang mempunyai nilai yang cukup tinggi. Dengan adanya kepercayaan yang semakin tinggi, maka orang tidak saja menukarkan uang, tetapi juga menyimpan uang tersebut pada banca itu.4
Persoalan bank dalam islam termasuk persoalan baru dikenal dalam khgazamnah hukum islam. Para ulama’ sepakat tidak menolak kehadiran bank di lingkungan umat islam, dengfan mempertimbangkan manfaat yang diberikannya. Bank yang dimaksud adalah bank yang tingkat kerugiannya sangat kecil.
Menurut UU. Nomor 7 Tahun 1992 tentang bank, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dr. Fuad mohd. Fach ruddin mengatakan bahwa bank adalah suatu perusahaan yang memperdagangkan utang piutang, baik yang merupakan uangnya sendiri maupun orang lain. bank memperedarkan untuk kepentingan umum, tidak membekukannya, dan tidak pula menimbun kekayaan dalam satu tangan. Oleh karena itu bank menolong manusia dalam klesulitan keuangan pada umumnya.5
Jadi, Bank adalah lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat guna untuk meningkatkan taraf hidup yang manfaatnya lebih besar dari pada mudaratnya.
3.    Pengertian Bunga Bank
Bunga bank dapat diartikan sebagi balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan  prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).[3]
Dalam kegiatan sehari hari ada dua macam bunga yang diberikan bank kepada para nasabahnya, yaitu sebagai berikut :                                              
a.       Bunga simpanan,
yaitu bunga yang di berikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebgai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.
b.      Bunga pinjaman
Yaitu bunga yang diberikan kepada para pinjaman atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contoh adalah bunga kredit.
Kedua macam bunga bank ini merupakan komponin utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah, sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baiuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing masing saling mempengharuhi satu sama lainnya. Sebagai contoh, jika bunga simpanan tinggi, maka bunga pinjaman secara otomatis juga tinggi begitu pula sebaliknya.6
Jadi, Bunga bank adalah sebuah balas jasa yang di berikan kepada nasabah atau sipenabung.
B.       Macam-macam Riba dan Macam-macam Bank
1.    Macam-Macam Riba
Para ulama sepakat bahwa riba terbagi menjadi dua begian, yaitu riba fadl dan riba nasi’ah. Kedua riba tersebut diharamkan.
a.    Riba Fadl
Riba fadl adalah jual beli yang mengandung unsure riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut.
b.    Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah menurut ulama’ hanafiyah adalah memberikan kelebihan terhadap pembayaran dari yang ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda di banding utang pada benda yang ditukar atau ditimbang yang berbeda jenis atau selain yang di takar dan ditimbang yang sama jenisnya. Maksudn ya, menjual barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak dengan pembayaran diakhirnya, seperti menjual satu kilogram gandum dengan satu setengah kilogram gandum,yang dibayarkan setelah bdua bulan. Contoh jual beli yang tidak di timbang, seperti membeli satu buah semangka dengan dua semangka yang akan dibayar setelah sebualan.[4]
Selain dan jenis riba ynag disebutka diatas, ulama syafi’iyah menambahkan satu jenis riba yang lain yaitu riba yad. Riba yad adalah jual beli yang mengakhirkan penyerahan (Al-qabdu), yakni bercerai berai antara dua orang yang berakad sebelum serah terima, seperti menganggap sempourna jual beli antara gandum dan sya’ir tanpa harus saling menyerahkan dan menerima ditempat akad.[5]
Menurut ulamak syafi’iyah, Riba yad dan riba nasi’ah sama sama  pada pertukaran barang yang tidak sejenis. Perbedaannya, Riba yad mengakhirkan pemegang barang, sedangkan riba nasi’ah mengakhirkan hak dan ketika akad dinyatakan bahwa waktu pembayaran di akhirkan meskipun sebentar. Dasar hadits yang mengutarakan ketertolakan system ini adalah
إنما ا لربا فى ا لنسيئة .رواه البخاري
Artinya : “Tidak ada riba kecuali pada riba nasi’ah.” (HR. al-bukhari dan muslim dari usamah bin zaid: 2991)7

2.    Macam-Macam Bank
Dilihat dari jenis atau system pengelolaannya, bank dapat dikelompokkan menjadi bank konversional (dengan system bunga) dan bank syari’ah
a.       Bank Konvensional
Menurut UU. Nomor 10 Tahun 1998 Bank konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.
b.      Bank Syari’ah (bank dengan prinsip bagi hasil)
Menurut UU. Nomor 10 tahun 1998 Bank syari’ah adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.
Prinsip syari’ah menurut pasal 1 ayat 13 UU no.10 tahun 1998 tentang perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan hokum islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), Prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa morni tanpa pilihan (ijarah), atau denagn adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah Wa iqtina).[6]
c. Perbedaan bank konvensional dan bank syari’ah.
Setelah mengetahui pengertian bank konvensiona dan bank syari’ah diatas sekarang kita masuk pada perbedaanya, setidaknya ada 5 hal perbedaan itu Antara lain.
a.     Akad
Akad disini adalah perjanjian antara nasabah dengan pihak bank. Akad pada bank konvensional berpatokan hokum positif, sedangkan bank syari’ah berdasarkan hokum agama islam.
b.    Bunga dan Bagi Hasil
Perbedaan bank konvensional dengan bank syari’ah pada poin kedua ini juga sudah cukup singkat di jelaskan di atas. Bank umum menerapkan system bunga yang jumlahnya ditetapkan sekan persen dari saldo nasabah. Jumlah bunga ini tidak terpengaruh apakah pihak bank memperoleh laba banyak atau bahkan justru rugi.
Sedangkan bagi bank syariah, system bunga seperti itu adalah riba yang harus dihindar oleh umat muslim. Sebagai gantinya, bank islam ini menerapkan system nisbah pada akad mudharabah dan bonus untuk akad wadi’ah. 
c.    Dewan Pengawas
Agar memperoleh keuntungan, pihakbank menggunbakan uang nasabah untuk modakl usaha. Di bank syari’ah diwajibkan adanya dewan pengawas untuk mengawasi apakah usaha dan operasional yang dilakukan pihak bank sesuai aturan islam ayau justru berlawa. Sedangkan pada bank konvensional tidak harus adanya dewan pengawas seperti ini.
d.    Hubungan pihak bank dan nasabah
Hubungan antara pihak bank syari’ah denagn nasabahnya lebih erat disbanding di bank konvensional. Mengapa ? karna bank syariah memperlakukan nasabah sebagai partner atau mitra usaha. Selain itu nasabah bank syari’ah punya hak untuk tau uang simpanannya di gunakan untuuk apa saja.
e.    Promosi
Promosi yang dilakukan bank syari’ah biasanya di sampaikan kepada masyarakat lebih jelas isinya. Transparan dan tidak ambigu.[7]

C. Hukum Riba dan Bunga Bank
1.    Hukum Riba
Riba hukumnya adalah haram berdasarkan firman firman Allah Allah SWT dan sabda sabda Rasulullah SAW, diantaranya adalah sebagai berikut:
šúïÏ%©!$ tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ

Artinya :Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Firman Allah yang lain tentang riba terdapat poada surat Al- imran 130
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (QS. Ali Imran [3]: 130).
a. Berbagai sabda Rasulullah saw diantaranya adalah “Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dua orang saksinya, dan penulisnya (sekretarisnya)”. (HR penulis sunan, At Tirmidzi menshahihkan hadits ini)
b. Sabda Rasulullah yang lain: “satu dirham riba yang dimakan seseorang dengan sepengetahuannya itu lebih berat dosanya daripada tiga puluh enam berbuat zina” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)
c. Sabda Rasulullah saw: “Riba mempunyai tujuh puluh tiga pintu, pintu yang paling ringan adalah seperti seseorang menikahi ibu kandungan” (HR. Al Hakim dan ia menshahihkannya)
2.    Hukum Bunga Bank
Seperti dikemukakan diatas, masalah bank adalah persoalan baru dalam khazanah hukum islam. Para ulama masih memperdebatkan keabsahan sebuah bank. Untuk bmemahaminya lebih jelas, perhatikan beberapa pandangan mengenai hukum perbankan berikut, yaitu mengharamkan, tidak diharamkan, dan subhat (samar-samar).[8]
a.       Kelompok yang mengharamkan
Abu zahrah (guru besar fakultas hukum, kairo, mesir). Abu A’la al-MAududi (ulama Pakistan), dan Muhammad Abdullah al-a’rabi (kairo) mengemukakan bahwa hokum bank adalah Haram. Oleh sebab itu, kaum muslimin tidak dibolehkan mengadakan hubungan dengan bank yang memakai system bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa. Contoh Ada seseorang yang salah satu keluarganya sakit parah kalau tidak segera di obati akan mengancam nyawanya, sedangkan ia tidak memliki uang sepeserpun untuk mengobatinya yang ada hanyalah pinjaman uang yang mengandung riba.
Keharaman bank dikaitkan dengan pemberian bunga bank terhadap nasabah. Bunga bank dalam pandangan para ulama ini adalah riba nasi’ah, sedangkan riba nasi’ah dilarang dalam hokum islam. Oleh sebab itu , bank haram hukumnya.[9]
b.      Kelompok yang tidak mengharamkan
Syekh Muhammad syaltut dan A. Hassan mengatakan bahwa kegiatan bermuamalah kaum muslimin dengan bank bukan merupakan perbuatan yang dilarang. Bunga bank di Indonesia tidak bersifat ganda, seperti digambarkan dalam surah Ali ‘imron Ayat 130.[10]
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (QS. Ali Imran [3]: 130).

c.       Kelompok yang menganggap subhat (samar)
           Bank merupakan perkara yang belum jelas kedudukan hukumnya dalam islam kerena bank sebuah produk baru yang tidak ada nasnya. Yang ada nas adalah hal-hal yang telah jelas kedudukan hukumnya, termasuk yang halal dan haram. Hal yang belum ada nas masih diragukan inilah termasuk barang syubhat (samar).
           Berdasarkan kepentingan umum atau manfaat social yang sangat signifikan bagi umat maka berdasarkan kaidah usul(maslahah mursalah), bank masih tetap dipakai dan dibolehkan. Ketentuan ini berlaku hanya untuk bank nonswasta (pemerintah). Hal itu tidak berlaku bagi bank swasta dengan alas an tingkat kerugian pada bank swasta sangat tinggi dibandingkan dengan bank pemerintah.[11]
           Jadi, dari beberapa kelompok diatas dapat disimpulkan bahwa bunga bank itu tidak menitikberatkan pada hokum haram dan tidak haram ataupun subhat, akan tetapi hokum itu terjadi berdasarkan dengan keyakinannya asal tidak bertentangan dengan nash Al-qur’an dan hadits karna islam tidak memberatkan umatnya.

 *Siswa Kelas Akhir MA. Hidayatut Thalibin Tahun 2017



[1] Ali mutawali Ali, putriku bagaimana kepribadianmu(Jakarta,gema insane press,1994) hal32.
[2] M. Rizal Qasim.2008.pengalaman fikih1..PT tiga serangkai pustaka mandiri.jakarta. (hal 171)
2 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta Timur: Zikrul Hakim, 2007), 1
3 Abdullah al-Muslih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004),  345. Lihat dan bandingkan dengan Abdul Aziz Dahlan
4 Muh Galang risky, s,s .Neo Quantum, LKS, IPS terpadu.kelasI. hal76
5 M. Rizal Qasim.2008.pengalaman fikih1..PT tiga serangkai pustaka mandiri.jakarta. (hal 174)
[3] www.ensiklopedia.com/2016/05/pengertian-bunga-bank.html?m=1
6 Ibid
[4] M. Rizal Qasim.2008.pengalaman fikih1..PT tiga serangkai pustaka mandiri.jakarta. (hal 173)
[5] Ibid
7 Ibid
[6] www.devinisi-pengertian.com/2015/07/devinisi-pengertian-bank-konvensional-syari’ah.html?m=1
[7] http://uangindonesia.com/pengertian-perbedaan-bank-konvensioanal-dengan-bamnk-syari’ah/
[8]M. Rizal Qasim.2008.pengalaman fikih1..PT tiga serangkai pustaka mandiri.jakarta. (hal 175)
[9]Ibid
[10]Ibid
[11]Ibid